Uang menjadi hal yang sensitif bagi sebagian orang. Oleh karena itu, dalam memberikan pinjaman kepada teman dekat atau bahkan saudara perlu dibuatkan bukti tertulis berupa surat hutang-piutang. Apabila masih bingung dalam membuatnya, simak ulasan berikut mengenai manfaat dan contoh surat perjanjian hutang piutang.
Apa itu Kegiatan Utang-Piutang?
Sebelum masuk ke bagaimana cara membuat surat perjanjian hutang piutang, alangkah baiknya mengetahui definisinya terlebih dahulu. Dalam pengertiannya utang merupakan uang didapat dari pinjaman orang atau pihak lain sedangkan piutang ialah sejumlah tagihan yang dipinjamkan (ditagih).
Kedua istilah tersebut apabila digabung menjadi “utang-piutang” sehingga maknanya pun juga berbeda. Dalam KBBI, kegiatan tersebut diartikan sebagai uang dipinjam dari orang lain dan yang dipinjamkan kepada pihak tertentu.
Baca Juga: Contoh Surat Kuasa
Pada dasarnya, hutang piutang menjadi hal wajar dilakukan dalam dunia bisnis. Namun apabila uang hasil pinjaman atau yang dipinjamkan cukup besar, maka perlulah dibuat bukti tertulis agar tidak ada pihak yang dirugikan.
Apa itu Surat Perjanjian Hutang Piutang?
Surat Perjanjian Hutang Piutang merupakan bukti tertulis yang sah dan resmi serta melibatkan kedua pihak antara pemberi maupun penerima pinjaman. Hal ini dibuat bertujuan untuk menghindarkan dari kemungkinan merugikan debitur ataupun kreditur.
Urgensi pembuatan surat perjanjian hutang piutang cukuplah tinggi, mengingat di dalamnya terdapat urusan utang piutang dan uang menjadi sesuatu yang sensitif bagi sebagian orang. Tidak sedikit juga salah satu dari kedua pihak merasa dirugikan sebab tidak adanya bukti tertulis ini.
Perselisihan yang ditimbulkan dari urusan hutang piutang seringlah terjadi, meskipun sudah berkerabat dekat bahkan sesama keluarga sekalipun. Hal ini bisa dihindari dengan membuat surat perjanjian tersebut apabila Anda sedang memberi atau menerima pinjaman kepada orang lain.
Jenis-jenis Surat Perjanjian Hutang
Apabila Anda akan memberi atau mengajukan sebuah pinjaman, maka perlu dipahami bahwa terdapat dua macam surat perjanjian utang piutang berdasarkan jenis jaminannya yaitu khusus dan umum. Simak berikut perbedannya:
Surat Perjanjian Utang Piutang Jaminan Khusus
Jaminan khusus disini terdiri dari 4 jenis barang yang akan dijaminkan oleh penerima hutang yaitu fidusia, gadai, hipotek kapal dan hak tanggungan. Dari keempat benda tersebut Anda dapat memilih bergantung dengan persetujuan kedua belah pihak.
Apabila utang belum dilunas dan ada di kreditor maka bisa menggunakan gadai. Namun jika berupa barang tidak bergerak seperti tanah dapat memakai jenis hak tanggungan. Eksekusi terhadap jaminan dilakukan ketika debitur melewatkan tenggat waktu untuk melunasi hutang.
Surat Perjanjian Utang Piutang Jaminan Umum
Jaminan umum berarti keseluruhan harta benda milik debitur, baik barang tidak bergerak, yang sudah ada hingga diperoleh di kemudian hari. Ini dapat dieksekusi oleh debitur apabila melewatkan tenggal waktu dalam melunasi tagihan hutang.
Artinya dalam suatu perjanjian, barang yang dijaminkan tidak disebutkan secara khusus maka seluruh harta benda debitur dianggap sebagai jaminan secara umum. Namun kreditur harus menunggu dan melakukan kesepekatan terlebih dahulu apabila ingin melakukan tindakan eksekusi.
Baca Juga: Contoh Surat Permohonan Bantuan
Mengulas Pentingnya Surat Perjanjian Utang Piutang
Surat utang piutang menjadi sesuatu yang penting, namun banyak pihak kadang terlalu mempercayai debitur dan mengabaikan pembuatannya. Nyatanya urgensi dari perjanjian tersebut cukuplah banyak, cek penjelasannya:
Transaksi Utang Piutang Jelas
Isi dari surat perjanjian utang piutang terdiri dari beberapa komponen penting mulai dari nominal uang yang dipinjamkan, kapan pinjaman dapat diterima dan jatuh tempo pelunasan. Ketiga hal tersebut harus dicantumkan secara jelas.
Tujuannya agar terdapat adanya kejelasan transaksi untuk kedua belah pihak serta surat perjanjian tersebut bisa dikatakan sah serta bisa dilaksanakan. Selain itu, dalam membuatnya Anda perlu memperhatikan syarat pembuatan di dalam KUH Per.
Meminimalkan Kemungkinan Perselisihan Kedua Pihak
Poin pertama yang menjelaskan kejelasan data di dalam surat juga merujuk ke tujuan kedua, yaitu menghindari perselisihan antara kedua pihak baik debitur maupun kreditur. Apabila hak dan kewajiban di dalam perjanjian dapat dipenuhi maka hal ini bisa dihindari.
Salah satu pihak tidak bisa semena-mena dalam melanggar hak dan kewajiban yang sudah disepakati dalam perjanjian. Selain itu, jika perselisihan tidak dapat dihindari maka bisa dituliskan cara penyelesaian atau jalan keluarnya di surat.
Mengurangi Adanya Resiko Buruk Terjadi
Semua jenis transaksi terutama dalam urusan pinjaman uang pasti memiliki resiko di dalamnya, kemungkinan paling buruk ialah debitur telat membayar atau tidak bisa memenuhi kewajian dalam melunasi utang.
Hal tersebut bisa diatasi dengan adanya denda dan jaminan yang sudah disepakati kedua pihak di salam surat perjanjian utang piutang. Dengan kesepakatan ini, maka kreditur bisa mengambil harta benda debitur sebagai ganti pelunasan pinjaman.
Komponen yang Harus Tercantum dalam Surat Perjanjian Utang Piutang
Sebelum mengetahui cara membuat dan menandatangani surat utang piutang, maka kenali beberapa komponen penting yang harus tercantum di dalamnya. Hal-hal tersebut perlu diperhatikan agar pembuatannya sah serta disetujui kedua belah pihak, simak penjelasannya:
Tujuan Dibuat Surat Utang Piutang
Tujuan harus dicantumkan saat pembuatan surat utang piutang. Misalnya penggunaan uang tersebut akan dialokasikan dalam pembangunan gedung baru, sewa toko atau pengembangan produk suatu usaha. Alasan tersebut perlu ditulis di dalamnya.
Penulisan tujuan tersebut sangat penting bagi kedua belah pihak terutama debitur. Apabila alasan peminjaman uang tidak jelas adanya maka kemungkinan terjadinya penyalahgunaan juga ada. Hal ini bisa merugikan orang yang memberikan pinjaman.
Syarat Pendahuluan
Syarat pendahuluan merupakan sebuah kepercayaan dari debitur kepada pihak kreditur agar dapat meyakinkan bisa membayar lunas seluruh utang sebelum tenggat waktu berlaku. Hal ini cukup penting untuk dilakukan terlebih apabila uang yang dipinjamkan berjumlah besar.
Misalnya suatu usaha melakukan peminjaman sejumlah uang, maka debitur harus mengecek syarat perizinan berdirinya perusahaan tersebut. Hal ini dilakukan agar pihak pemberi utang yakin kreditur melakukan kegiatan produksi yang mendapatkan untung untuk mengembalikan pinjaman.
Nominal dan Tenggat Jatuh Tempo
Poin ini mencantumkan jumlah uang yang dipinjamkan serta tanggal waktu kapan utang harus dilunasi. Hal tersebut harus diperhatikan agar pihak debitur tidak bisa semena-mena apabila tidak menyelesaikan kewajibannya dalam mengembalikan uang.
Selain itu, cara melunasinya juga dicantumkan pada poin ini. Baik dengan cara berkala atau secara keseluruhan saat tenggat waktu. Sebenarnya komponen tersebut penting dilakukan untuk meminimalkan adanya kerugian bagi kedua pihak baik kreditur maupun debitur.
Bentuk Denda
Denda diperlukan agar tidak terjadi adanya kerugian bagi pihak kreditor. Biasanya hal ini akan dilakukan apabila debitur melunasi hutang melebih tenggat waktu, kejadian seperti itu sangatlah merugikan pihak yang memberi pinjaman.
Untuk meminimalkan terjadinya hal tersebut, maka ditentukanlah sebuah denda apabila debitur melakukan keterlambatan dalam pelunasan hutang. Oleh karena itu, harus ditentukan agar tidak lalai dalam kewajiban mengembalikan pinjaman.
Penyelesaian Perselisihan
Poin terakhir ini merupakan hal yang pasti tercantum di dalam semua jenis surat perjanjian. Ketentuan tersebut dilakukan untuk menyelesaikan apabila terjadi perselisihan berlarut-larut dan tak kunjung usai antara kedua pihak.
Fungsinya agar tidak terjadi pertikaian antara debitur dan kreditur jika terjadi keterlambatan pembayaran atau adanya kesalahpahaman kedua pihak. Jadi bisa diselesaikan lewat cara yang tertulis bagaimana dalam menyelesaikan perselisiihan.
Poin yang Harus Tercantum di Dalam Surat Perjanjian Hutang Piutang
Pembuatan surat perjanjian hutang piutang tidaklah sembarangan, harus sesuai dengan aturan berlaku agar dianggap sah bagi kedua belah pihak. Baik debitur dan kreditur perlu menyaksikan pembuatannya serta sepakat dari isi keseluruhan di dalamnya. Simak penjelasan contoh surat perjanjian hutang berikut:
Data Diri Pihak Pertama
Di sini pihak pertama merupakan orang yang menerima sejumlah uang atau disebut debitur. Informasi harus ditulis mencakup mulai dari nama, umur, pekerjaan, alamat dan identitas lainnya seperti No KTP apabila diperlukan.
Sebelum masuk ke poin-poin yang menjelaskan data diri pihak pertama, dituliskan satu paragraf berisikan tanggal detail dibuatnya surat utang piutang tersebut. Selain itu, dituliskan bahwa kedua pihak telah setuju mengadakan perjanjian.
Data Diri Pihak Kedua
Pihak kedua yang dimaksud ialah orang memberikan pinjaman sejumlah uang atau disebut kreditur. Informasi ditulis mencakup dari nama, umur, pekerjaan serta alamat dan data diri lainnya seperti No KTP jika dibutuhkan.
Poin yang ditulis haruslah benar adanya agar tidak terjadi kekeliruan informasi. Penulisan data diri tersebut dilakukan untuk meminimalisir adanya kecurangan apabila salah satu pihak tidak mendapat hak dan kewajiban seperti di dalam surat perjanjian utang.
Pasal 1 Mengenai Jumlah Pinjaman
Poin ini menjelaskan banyaknya nominal yang dipinjamkan kreditur kepada debitur. Penulisan haruslah jelas agar tidak ada kekeliruan data sehingga menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. Contoh penulisannya seperti ini
“Dengan ini, PIHAK PERTAMA telah menerima sejumlah uang pinjaman sebesar Rp. 125.000.00 (Seratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah) dari PIHAK KEDUA”. Kurang lebih penulisannya seperti itu, singkat dan jelas bagi debitur maupun kreditur.
Pasal 2 Mengenai Penyerahan Pinjaman
Poin ini menjelaskan bahwa kreditur telah menyerahkan pinjaman baik secara tunai maupun transfer atau cara lainnya kepada debitur serta pihak pertama sudah menerimanya dengan menandatangani surat perjanjian tersebut. Berikut contoh penulisannya:
“PIHAK KEDUA sudah menyerahkan uang sebesar Rp. 125.000.00 (Seratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah) secara tunai terhadap PIHAK PERTAMA serta telah diterima melalui penandatanganan surat bukti penerimaan”.
Pasal 3 Mengenai Cara Pengembalian
Pasal ketiga ini berisikan tentang bagaimana mekanisme pengembalian yang dilakukan oleh pihak pertama atau debitur. Caranya bisa berupa angsuran berkala dalam satuan waktu tertentu atau dengan membayarnya secara utuh saat sudah jatuh tempo. Contoh penulisannya seperti ini:
“PIHAK PERTAMA harus melakukan pengembalian utang terhadap PIHAK KEDUA dengan mengangsur setiap bulannya selama sepuluh kali terhitung sejak penandatanganan surat ini sebesar Rp. 125.000.00 (Seratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah)”.
Pasal 4 Mengenai Bentuk Jaminan
Sudah dijelaskan seperti di atas, jaminan akan diambil oleh pihak kreditur apabila debitur tidak bisa memenuhi kewajiban dalam mengembalikan utang. Hal ini dapat diatasi dengan adanya pemindah kuasaan atas barang jaminan ke pihak kedua. Contoh penulisannya seperti ini:
“Jika di kemudian hari PIHAK PERTAMA tidak mampu melunasi hutang tersebut, maka barang jaminan akan menjadi hak milik penuh atas PIHAK KEDUA baik secara pribadi ataupun dijual kembali”. Itulah contoh penulisan dalam pasal keempat.
Pasal 5 Mengenai Bentuk Penyelesaian Perselisihan
Pasal kelima ini berisikan bagaimana menyelesaikan perselisihan apabila terjadi antara kedua pihak di kemudian hari. Biasanya jika tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah atau jalur kekeluargaan, akan merambah ke proses hukum yang berlaku.
Hal ini mungkin saja terjadi apabila timbul perbedaan penafsiran atau kesalahpahaman antara kedua belah pihak maupun keterlambatan pembayaran angsuran sehingga memicu adanya perselisihan. Penyelesainnya harus diatur agar bisa menghindari resiko lebih buruk.
Pasal 6 Tentang Penutupan
Surat perjanjian hutang piutang tersebut dibuat dalam dua rangkap yang masing-masing sudah bermaterai sehingga memiliki kekuatan hukum sama. Satu rangkap untuk pihak kreditur begitu pula bagi debitur.
Surat perjanjian tersebut ditandatangani oleh pihak pertama dan kedua secara sadar serta tidak mendapatkan adanya tekanan dari siapapun. Penandatanganan dilakukan di kolom tertera dengan dilengkapi tempat kemudian tanggal seperti di atas.
Contoh Surat Perjanjian Hutang Piutang
1. Contoh Surat Perjanjian Hutang Piutang
SURAT PERJANJIAN UTANG PIUTANG
Pada hari Senin, 01 Juni 2020, Kami yang bertandatangan di bawah ini menyetujui dalam membuat Surat Perjanjian Utang Piutang, yaitu: Nama : Aji Dharmawan Umur : 30 tahun Pekerjaan : Pengusaha Alamat : Jalan Cemara Seribu No 21 Bulurejo, Blitar, Jawa Timur
Untuk selanjutnya disebut PIHAK PERTAMANama : Raditya Prasaja Umur : 35 tahun Pekerjaan : Manager Perusahaan Pupuk Organik Nasional, Surabaya Alamat : Jalan Pakis Haju No 22, Surabaya Untuk selanjutnya disebut PIHAK KEDUAMelalui surat perjanjian utang piutang ini disetujui oleh kedua pihak, ketentuan-ketentuan sebagaimana tertulis di bawah ini: 1. Dengan ini, PIHAK PERTAMA telah menerima sejumlah uang pinjaman sebesar Rp. 125.000.00 (Seratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah) dari PIHAK KEDUA. 2. PIHAK KEDUA sudah menyerahkan uang sebesar Rp. 125.000.00 (Seratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah) secara tunai terhadap PIHAK PERTAMA serta telah diterima melalui penandatanganan surat bukti penerimaan. 3. PIHAK PERTAMA harus melakukan pengembalian utang terhadap PIHAK KEDUA dengan mengangsur setiap bulannya selama sepuluh kali terhitung sejak penandatanganan surat ini sebesar Rp. 125.000.00 (Seratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah). 4. Jika di kemudian hari PIHAK PERTAMA tidak mampu melunasi hutang tersebut, maka barang jaminan akan menjadi hak milik penuh atas PIHAK KEDUA baik secara pribadi ataupun dijual kembali”. 5. Surat perjanjian utang piutang ini dibuat dalam dua rangkap bermaterai sehingga memiliki kekuatan hukum yang sama. Masing-masing surat untuk PIHAK PERTAMA dan KEDUA. 6. Surat perjanjian utang piutang dibuat dan ditandatangani oleh kedua pihak secara sadar serta tanpa tekanan dari pihak manapun di tempat dan waktu penandatanganan surat ini. Demikian Surat Perjanjian Utang Piutang dibuat bersama saksi-saksi di dalam keadaan sehat jasmani dan rohani untuk menjadikan pegangan hukum bagi masing-masing pihak.
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA
TTD TTD (Aji Dharmawan) (Raditya Prasaja) Para Saksi (dua dari PIHAK PERTAMA dan dua dari PIHAK KEDUA) Nama Tanda Tangan 1. Bambang S ……………… 2. Dwi Wahyu ……………… 3. Sukmajaya ……………… 4. Achmad S ………………
|
2. Contoh Surat Perjanjian Hutang Piutang
3. Contoh Surat Perjanjian Hutang Piutang
4. Contoh Surat Perjanjian Hutang Usaha
5. Contoh Surat Pernyataan Pengakuan Hutang
Baca Juga: Contoh Surat Pengunduran Diri Kerja
Dengan ulasan penjelasan mengenai urgensi dan contoh surat perjanjian hutang piutang, sebaiknya dalam melakukan pinjaman atau meminjamkan sejumlah uang bisa lebih teliti dan cermat. Sebab banyak sekali pihak-pihak tidak bertanggung jawab di luar sana.